Sampai yang Tak Sampai
Aku melihat jam tanganku. Aneh, kenapa tidak berfungsi?
Tapi aku rasa ini sudah berjam-jam sejak pesawat lepas landas, namun belum ada intruksi apapun dari awak pesawat. Membosankan, penerbangan kali ini sungguh berasa lama dari sebelumnya, penerbangan 4 tahun lalu saat aku meninggalkan negeriku demi mengumpulkan dana untuk melamar Sally.
Dari arah kursi belakang aku mendengar salah seorang penumpang memanggil pramugari dengan suara parau. Lelaki muda berwajah pucat dengan mata merah seperti habis bangun tidur, sama sepertiku. Bagiku tidur dalam perjalanan panjang adalah keharusan. Penumpang tadi bertanya ke pramugari, "Nona, kenapa pesawatnya seperti tidak bergerak?"
Tidak bergerak? Ah, mungkin perasaan orang itu saja. Coba lihat ke arah jendela, sekitar pesawat masih dikelilingi awan putih nan bersih.
Sang pramugari tersenyum, lantas menjawab dengan suara lembut, "Perjalanan sudah selesai, Tuan. Kita sudah sampai tujuan." Ia pun kembali tersenyum, lebih manis dari sebelumnya. Ah, seharusnya aku yang bertanya.
"Uh, tidak tidak tidak!" batinku sambil menggeleng-geleng kepala, "Tidak ada yang lebih manis dari senyuman Sally."
Aku menyenggol Razi yang duduk di kursi tengah. Ia menoleh, menatapku. Sinar matanya redup. "Kenapa berasa lama sekali perjalanan kali ini? Padahal aku sudah tidak sabar bertemu Sally dan segera melamarnya."
Razi tersenyum tipis yang terkesan mistis.
"Tidakkah kau dengar ucapan pramugari tadi?"
"Aku mendengarnya, tapi tidak sepenuhnya mengerti. Aku kan baru saja bangun."
"Jangan berlagak mengalihkan pemahaman. Aku tahu bahwa kau pun sebenarnya sudah menyadari bahwa perjalanan kita benar-benar telah selesai, dan kita sudah sampai pada tujuan sebenarnya."
Ya, pada akhirnya aku tersadar bahwa tidak ada lagi hembusan napas dan suara detak jantung di ruang hampa ini. Dan dalam waktu bersamaan aku mengalami diri yang benar-benar sampai dan benar-benar tak sampai.
......
Tiba-tiba saja terngiang sebuah lagu di kehampaan ini ...
Tapi aku rasa ini sudah berjam-jam sejak pesawat lepas landas, namun belum ada intruksi apapun dari awak pesawat. Membosankan, penerbangan kali ini sungguh berasa lama dari sebelumnya, penerbangan 4 tahun lalu saat aku meninggalkan negeriku demi mengumpulkan dana untuk melamar Sally.
Dari arah kursi belakang aku mendengar salah seorang penumpang memanggil pramugari dengan suara parau. Lelaki muda berwajah pucat dengan mata merah seperti habis bangun tidur, sama sepertiku. Bagiku tidur dalam perjalanan panjang adalah keharusan. Penumpang tadi bertanya ke pramugari, "Nona, kenapa pesawatnya seperti tidak bergerak?"
Tidak bergerak? Ah, mungkin perasaan orang itu saja. Coba lihat ke arah jendela, sekitar pesawat masih dikelilingi awan putih nan bersih.
Sang pramugari tersenyum, lantas menjawab dengan suara lembut, "Perjalanan sudah selesai, Tuan. Kita sudah sampai tujuan." Ia pun kembali tersenyum, lebih manis dari sebelumnya. Ah, seharusnya aku yang bertanya.
"Uh, tidak tidak tidak!" batinku sambil menggeleng-geleng kepala, "Tidak ada yang lebih manis dari senyuman Sally."
Aku menyenggol Razi yang duduk di kursi tengah. Ia menoleh, menatapku. Sinar matanya redup. "Kenapa berasa lama sekali perjalanan kali ini? Padahal aku sudah tidak sabar bertemu Sally dan segera melamarnya."
Razi tersenyum tipis yang terkesan mistis.
"Tidakkah kau dengar ucapan pramugari tadi?"
"Aku mendengarnya, tapi tidak sepenuhnya mengerti. Aku kan baru saja bangun."
"Jangan berlagak mengalihkan pemahaman. Aku tahu bahwa kau pun sebenarnya sudah menyadari bahwa perjalanan kita benar-benar telah selesai, dan kita sudah sampai pada tujuan sebenarnya."
Ya, pada akhirnya aku tersadar bahwa tidak ada lagi hembusan napas dan suara detak jantung di ruang hampa ini. Dan dalam waktu bersamaan aku mengalami diri yang benar-benar sampai dan benar-benar tak sampai.
......
Tiba-tiba saja terngiang sebuah lagu di kehampaan ini ...
Biar Sally mencariku
Biarkan dia terbang jauh
Dalam hatinya hanya satu
Jauh hatinya hanyaku
Katakan ku takkan datang
Pastikan ku takkan kembali
Lalu biarkan dia menangis
Lalu biarkan dia pergi
Sally kau selalu sendiri
Sampai kapanpun sendiri
Hingga kau lelah menanti
Hingga kau lelah menangis
Usai.
By: Mas Azer