Rayuan Senja


Catatan: Cerita ini lahir dari event gombalan di salah satu grup facebook.

Rayuan Senja


Sudah hampir satu bulan ini setiap kali hari menuju senja wanita muda itu selalu tampak melintas di depan kedai kopiku. Berjalan menuju arah pantai dengan rona wajah yang sulit kumengerti, namun tetap saja paras rupawannya itu selalu berhasil menawankan hatiku. Bahkan saat hari mulai gelap, sinar wajahnya terlihat sangat cemerlang ketika aku mencuri pandang saat ia berjalan pulang. Membuat cahaya purnama dan gemintang yang hendak tampil di pentas langit meredup seketika.

Di pantai senja itu mungkin dia tengah mencoba menenangkan perasaan dan pikiran dengan menikmati suasana syahdu matahari merambat pulang menuju peraduan yang membiaskan warna indah jingga di langit juga di atas permukaan pantai. Oh, wanita senja.

Pada senja berikutnya aku meminta temanku untuk menjaga kedai sebentar sementara aku berdiri di sisi jalan menunggu wanita itu. Ketika dia sudah terlihat, aku membiarkannya melewatiku begitu saja. Saat sudah agak jauh aku membuntutinya.

Coba lihat, di pinggiran pantai wanita muda itu cuma berdiri memandangi matahari terbenam. Rasanya ingin sekali mataku bertukar posisi dengan matahari. Ombak-ombak kecil itu pun membuatku iri, bisa dengan leluasa memainkan kaki mungilnya, juga angin yang bertiup nakal mengibarkan daster rendahnya yang berwarna serupa senja. Aku jadi cemburu pada senja.

"Sudah hampir sebulan kau selalu kemari, ada gerangan apakah?" Dia terkejut melihatku sudah berada di sebelahnya.

"Eh, kamu Mas. Bukan apa-apa, kok. Tenang aja bawaannya liat langit senja." Dia kembali mengarahkan pandangannya ke langit timur. "Kamu nggak jaga kedai?"

"Humh, sebentar lagi. Sesekali aku juga ingin menyaksikan apa yang nona manis di sampingku ini saksikan setiap waktu ini," Aku turut menatap ke arah yang sama. "Tapi ternyata senja tidak begitu indah."

"Kenapa Mas berkata seperti itu? Bagiku senja sangat indah. Dan akan selalu indah."

"Humh, itu menurutmu. Tapi bagiku tidak begitu."

"Senja sudah yang paling indah dari semua suasana. Kalau boleh tahu, apa yang membuat Mas berpikiran begitu?

"Sebab sebenarnya bagiku ada yang jauh lebih indah ketimbang senja. Dan keindahan itu kini tepat berada di sebelahku. Ya, keindahan itu adalah kamu, Nona Wide Liaama."

Ia menoleh ke arahku yang tak melepaskan pandangan dari wajahnya. Tatapan kami beradu, waktu melambat. Sungguh, tatapan penuh pesona itu membuat dadaku berdeburan debar mengalahkan deru deburan ombak. Wanita itu lekas berpaling, rona wajahnya tampak tersipu. Kini warna senja berpindah di kedua pipi wajah jelitanya.

"Mas jangan merayuku. Aku cuma seorang janda."

Aku tersenyum kecil, kemudian mengambil sepotong ranting yang terbawa ombak tidak jauh dari tempatku berdiri.

"Tidak ada hubungannya status janda dengan perasaan seorang pria." Aku menunjukkan ranting ke arahnya. "Coba lihat, ada ranting ada kayu ..."

Dia menatap heran. "Maksudnya?"

"... I'm nothing without you."

Sejenak bibir ranumnya terbungkam. Sampai akhirnya detik yang mendetakkan denyut rasa mulai memekarkan suara merdunya yang dipelankan. "Mas, hari sudah hampir gelap, sebaiknya Mas kembali kerja." Ia mencoba mengalihkan percakapan.

Aku belum selesai. Jangan sampai terbawa pengalihannya. Aku tahu perasaan di hatinya tengah menyalakan warna senja. Dan melihat gelagat sikapnya aku yakin kalau sebetuknya wanita yang 3 bulan lalu resmi berstatus janda ini merespon semua rayuanku tapi mencoba mengalihkannya. Aku harus mencari celah.

"Kerja ya. Ah iya, kudengar kamu juga masih nyari kerja. Bagaimana kalau kamu kuajak kerja?"

"Kerja? Kerja apa?"

"Kerja sama denganku untuk membangun rumah tangga yang baru."

"Mas, ih. Udahan ah gombalnya. Aku mau pulang."

"Sebentar, aku harap sesekali kamu berkenan mampir ke kedai kopiku. Ya, sesempat kamu aja." Aku mulai menyerah. Nyatanya dia tetap tidak mau menampakkan responnya dan tetap berusahan menutupi perasaannya.

"Kebetulan aku juga punya rencana kalau habis ini aku mau sekalian mampir ke kedai kopi kamu sebentar."

"Ah benarkah? Wah, pasti mau pesan kopi?" gurauku.

"Bukan. Mau pesan kamu buat jadi imamku yang baru."

Ya Tuhaan. Mimpi apa aku semalam. Tanpa kuduga janda kembang pujaanku benar-benar merespon rayuanku. "Bahkan tanpa dipesan pun lelaki ini sudah menawarkan diri untukmu, Nona berwajah senja. Ya sudah, ayo. Nanti kuracikkan kopi spesial buat kamu."

"Wah, itu pasti kopi ternikmat. Tapi kalo bisa jangan pakai gula."

"Kenapa? Gak suka kopi manis?"

"Bukan gitu, aku sedang tidak ingin manis gula. Aku cuma ingin kopi yang murni kopi dengan ditemani manisnya kata-kata dan senyum kamu." Gila, aku beneran terbang.

Kami sama tersenyum dengan kemanisan rasa yang indahnya melebihi senja dan kata-kata. Aku menawarkan tanganku, dia menyambutnya. Di ujung senja kami berjalan bergandengan.

Ah, pantas saja senja sering dijadikan bahan diksi keindahan oleh para pujangga, sebab nyatanya aku merasakan sendiri bahwa senja benar-benar menawarkan romansa tanpa memandang siapa aku dan dia.

Kali ini senja berhasil merayuku.

Usai.

By: Mas Azer





Baca Selanjutnya Baca Sebelumnya
Komentar Netizen
Tulis Komentarmu
comment url