Mawar Cinta



www.masazer.com

Nona, engkau adalah mawar indah yang pernah mekar di hatiku, meski akhirnya, bukan aku yang memiliki bungamu.

Engkau mawar paling merona yang pernah menjadi penghias taman hatiku, meski kini sudah dicabut paksa oleh tangan takdir untuk menghiasi taman yang lain.

Bertahanlah, Nona.

Janganlah engkau layu. Aku masih menyirami apa yang tertinggal di taman gersangku ini, meski yang tertinggal hanya duri mawarmu. Asal kau tidak layu, itu tak mengapa. Tidaklah mengapa bagiku, bahkan bila semua durimu menancap di dadaku. Akan kuterima semuanya sebagai luka paling mesra, dan duka paling mewah. Bagiku ... suka maupun duka yang datang darimu adalah sama indahnya.

Nona, tidak perlu memujiku lantaran untaian kalimatku, karena ini hanya sebungkus resah yang membingkis ketidakberdayaanku. Bahkan kemanisan diksi pada puisi-puisiku tidak sebanding dengan pahitnya derita cinta yang kita rasa.

Di balik itu semua, aku hanyalah pecundang yang tidak mampu mengorbankan banyak hal untuk cinta kita. Mungkin aku hanyalah seekor ikan kecil nan ringkih yang sedang dipermainkan kegilaan ombak. Namun, aku takkan gentar dan akan terus bergerak melawan arusnya. Walau terkesan masih berjalan di tempat lantaran belum mampu maju melawan dorongannya, takkan kubiarkan ganas arusnya memundurkanku.

Nona, Qais si Majnun pernah bersenandung lewat syairnya, "Cinta bukanlah harapan atau ratapan, walau tiada harapan, aku akan tetap mencintainya (Layla)." Aku memang tak sehebat dan setabah Majnun, tapi sebagaimana tadi ungkapannya, aku rasa cukup sama dengannya.

Bila harapan untuk kita menyatukan cinta antara aku dan kau tidak terjadi, aku tidak perlu meratap lantaran terpatahnya harap. Aku akan tetap mencintaimu walau tak ditakdirkan memilikimu, sebab di taman mana pun engkau tertanam, engkau tetaplah mawar indahku. Cinta, kasih, dan sayangku untukmu telah menjadi darah yang mengalir di tubuhku. Meski Tuhan hanya mengirimkan engkau sekadar untuk mendiami hatiku, itu sudah menjadi anugerah surgawi bagi duniaku. Mencintaimu adalah nikmat paling kusyukuri yang tak pantas untuk didustai. Dan rindu padamu adalah tamu paling mulia yang selalu kusambut kedatangannya dengan penuh suka cita.

Begitulah aku padamu, Nona; senikmat itu, seindah itu. 

Jadi, Nona ... bila mencintaimu saja sudah membuatku sebahagia ini, maka nikmat mana lagi yang mesti aku dustakan?

Nona, orang-orang mengatakan bahwa aku tengah menenggak racun di balik tipuan secawan anggur cinta. Penantianku akan kedatanganmu kembali adalah sia-sia dan percuma. Dengan senyum tertahan kukatakan saja, "Sekalipun semua racun di dunia dicampurkan ke dalam secawan anggur cintaku, aku akan tetap meneguknya. Aku tidak perlu mengambil peduli sekalipun kalian katakan hatiku yang tertindas, cintaku yang kalah, kasihku yang patah, rinduku yang kehilangan arah, atau kalian menganggap aku pemimpi yang hanya bisa membualkan senandung nada yang hilang, pemimpi yang mimpinya takkan pernah bisa terwujudkan. Aku tak peduli.

Cacian dan cibiran orang-orang serupa lautan. Siapapun, termasuk aku tak akan pernah bisa mengendalikan laut, tapi aku membawa kapal kehidupanku sendiri, dan aku cukup mengendalikan kapalku sendiri untuk mengarugi badainya lautan itu.

Yang aku pedulikan adalah engkau, Nona; mawar cintaku. Bukan ocehan sampah orang-orang yang berserakan.

Karenanya, aku akan terus mencintaimu tanpa tapi, tanpa tepi. Engkaulah mawar cintaku, mawar terindahku satu-satunya. Dan hidungku sudah tersumbat dari keharuman mawar-mawar selain engkau.


Dari Mas azer untuk Nona.








Baca Selanjutnya Baca Sebelumnya
Komentar Netizen
Tulis Komentarmu
comment url