Nawaytu | Sulitnya Menanamkan Niat
Nawaytu | Sulitnya Menanamkan Niat - Pernah nggak kamu menjumpai orang yang kalau niat (entah itu saat wudhu, sholat atau lainnya) bisa sampai lama karena mengulang-ulang lafal niat berkali-kali; was-was? Sesulit itukah memantapkan niat dalam hati?
Sebenarnya, niat itu memang sulit. Apalagi jika kita paham akan hakikat dari niat. Di antara kita mungkin masih memahami kalau niat sebagai sesuatu yang formal sebagai imbas dari nalar fiqih yang cenderung membawa niat dari abstrak menjadi konkret. Sehingga dalam prakteknya niat bukan lagi dipahami sebagai maksud, tapi suara hati atau gerakan batin yang dituntun seperti susunan huruf dalam kata-kata.
Ketika masih kecil betapa kita bisa dengan lanyah ber-nawaytu sesuai lafal yang diajarkan guru ngaji. Niat wudhu misalnya: "Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil karena Allah Ta'ala." Mudah sekali, bukan? Tinggal menggerakkan batin sesuai susunan huruf-huruf dan kata per-kata sesuai yang diajarkan. Itu gambaran niat secara formalitas. Niat yang konkret.
Padahal niat itu sesuatu yang timbul dari dalam hati kita sebagai motivasi, tujuan atau maksud tertentu. Hakikat niat adalah tujuan yang tersimpan dalam memori hati yang paling dalam, yang menjadi dasar landasan kita menggerakkan diri kita untuk melakukan sepenuh hati apa yang kita niatkan. Niat merupakan suara dalam hati yang memotivasi kita untuk menggerakkan bibir, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya demi mencapai tujuan niat.
Betapa, sering kali kita hanya 'memiliki' niat tanpa bisa 'melakukan' niat.
Saat takbiratul ihram, kita memiliki niat untuk sholat, pada prakteknya sholat kita mengambang; lupa bilangan raka'at, pikiran yang keluyuran, bacaan yang salah tempat, dan kegagalan 'melakukan' niat lainnya.
Saat malam sebelum fajar, kita menetapkan niat untuk esok puasa. Pada prakteknya, betapa banyak di antara kita yang nilai puasanya cuma berbuah haus dan lapar.
Sampai kapan kita cuma memiliki niat tanpa bisa melakukannya? Mau sampai kapan lagi niat cuma sekadar formalitas?
Dari guru-guru ngaji kita sudah dituntun melafalkan nawaytu dengan benar, nawaytu yang sesuai formalitas fiqih. Sehingga kita bisa memiliki niat di setiap akan melaksanakan ibadah. Namun tidak kalah penting kita juga harus sadar untuk menanamkan nawaytu itu dengan benar. Niat merupakan latar belakang paling mendasar dari segala yang kita lakukan. Niat juga merupakan titik awal yang sangat berperan menjadi titik tengah sampai ke titik akhir. Tidak hanya berperan dalam melakukan start saja, melainkan amat sangat berperan sebagai proses, ketahanan, arah, hasil dan mutu kita sampai pada cakupan yang terkecil sekalipun.
Maka dari itu, marilah kita sama-sama memperbaiki pemahaman niat yang tidak hanya sebagai gerakan batin yang formalitas di permulaan, melainkan sebagai inti penting yang mempengaruhi keseluruhan amalan kita.
Semoga kita benar-benar bisa menanamkan dan melakukan nawaytu di setiap amalan ibadah kita. Aamiin.