Cerita Mini - Pelanggan Baru

Pelanggan Baru
Malam jum'at.
Tadi hujan turun dengan derasnya. Kini menyisakan gerimis kecil dan basah jalanan. Dengan suasana malam Jum'at seperti ini kupikir kebanyakan orang bakal memilih meringkuk di kamarnya, berselimut sambil membuka pesbuk, baca-baca postingan gaje yang berseliweran di berandanya. Begitulah kelakuan kebanyakan jomblo kayak kamu yang baca. :p
Gak tau kalau yang sudah punya pasangan sah, apalagi pengantin baru. Huahm. Yang jelas malam ini kafe kopiku sedikit sepi.
Aku tengah membersihkan sebuah meja yang sedikit porak poranda.
Aku tengah membersihkan sebuah meja yang sedikit porak poranda.
Kau tahu, beberapa menit lalu saat hujan masih deras ada pelanggan wanita yang menggebrak meja dengan keras di hadapan pacarnya. Sialnya si pria tidak bisa berkutik ketika wanitanya ngomel-ngomel panjang kali lebar. Menyedihkan. Aku jadi merasa beruntung sebagai jomblo.
Sempat kudengar sedikit keributan mereka.
"Kamu tuh ya, jadi cowok kegatelan banget. Kamu pikir aku nggak tau ini akun siapa?" Wanita menunjuk layar ponsel. "Kamu berlagak ikutan event gombalan terus tag akun perempuan pasangan event buat manas-manasin aku, kan!"
"Bu- bukan gitu, Say ..."
Brakk!! Meja digebrak sebelum pria menyelesaikan ucapannya. Gebrakan yang keras. Dua gelas kopi yang masih penuh terpaksa tumpah, untung tidak jatuh. Aku sedikit kesal. Sayang kopi yang sudah kuracik dengan sepenuh rasa ini. Hiks. Tapi akan lebih merepotkan bila harus melerai dan berlagak mengingatkan wanita yang sedang ngamuk. Bakalan jadi panjang urusan.
Sempat kudengar sedikit keributan mereka.
"Kamu tuh ya, jadi cowok kegatelan banget. Kamu pikir aku nggak tau ini akun siapa?" Wanita menunjuk layar ponsel. "Kamu berlagak ikutan event gombalan terus tag akun perempuan pasangan event buat manas-manasin aku, kan!"
"Bu- bukan gitu, Say ..."
Brakk!! Meja digebrak sebelum pria menyelesaikan ucapannya. Gebrakan yang keras. Dua gelas kopi yang masih penuh terpaksa tumpah, untung tidak jatuh. Aku sedikit kesal. Sayang kopi yang sudah kuracik dengan sepenuh rasa ini. Hiks. Tapi akan lebih merepotkan bila harus melerai dan berlagak mengingatkan wanita yang sedang ngamuk. Bakalan jadi panjang urusan.
"Jangan sebut kata itu lagi!" Si wanita memotong, "Mulai sekarang kita putus!" Wanita beranjak pergi membiarkan si pria terdunduk lesu.
"Bang, ini uangnya. Kembaliannya ambil aja." Si pria meninggalkan uang di meja. Kemudian ikut keluar. Mungkin ia akan mengejar si wanita. Takut masuk angin soalnya hujan belum sepenuhnya reda.
Aku mengambil uang dan menghitungnya. “Ambil kembalian apanya, uang ngepas gini, huh.” gerutuku.
Aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. Mungkin terpaksa mampir karena tadi terjebak hujan. Ya ampun, gegara ikutan event, event apaan tadi, umh ... event gombalan ya, hubungan jadi kandas. Lagi-lagi aku merasa beruntung menjadi jomblo.
"Mas, pesan moccacino sama sekalian kentang goreng!"
Aku menoleh. Ini siapa lagi. Kenapa malam ini banyak pelanggan baru? Kali ini wanita cantik. Sendiri pula. Wanita dengan dress putih dan mini bag hitam di tangannya. Mempesona.
"Eh, i- iya, Mbak. Di-- ditunggu, ya. Si-- silakan duduk!" Nggak tahu kenapa aku yang biasanya gentle di hadapan wanita bisa jadi gugup begini. Wanita kali ini benar-benar bening, apalagi dia sambil pasang senyum yang manisnya aduhai.
Aku mengatur napas. Aku harus propesional.
"Ini Mbak pesanannya. Silakan dinikmati."
"Terima kasih, Mas."
"Kembali kasih." Aku berbalik, bersiap melangkahkan kaki.
"Mas, boleh minta ditemenin?"
Jleb.
Apa ini sungguhan? Atau aku sedang bermimpi. Aku mencubit tanganku. Tidak.
"Mas, aku serius."
"Ehm. Baiklah, Mbak. Dengan senang hati."
"Panggil aja Icha."
“Wah, nama yang indah ya, kek di pilm-pilm Jepang.”
"Mas, aku serius."
"Ehm. Baiklah, Mbak. Dengan senang hati."
"Panggil aja Icha."
“Wah, nama yang indah ya, kek di pilm-pilm Jepang.”
“Masa sih, aku nggak pernah dengar nama orang Jepang Icha. Film Jepang yang mana nih, Mas?”
“Ada lah pokoknya. Hehe. Oh ya, kenalin ...” Aku mengulurkan tangan. Dia menyambut. Aku beri tahu, tangannya bener-bener lembut dan halus cuy, beuhh. “Aku Ariel, eh, Azer maksudnya. Sori, lidah suka kepleset kalau di depan gadis bening.”
“Ah, bisa aja si Mas Ariel. Aku buluk begini dibilang bening.”
“Beneran, Cha. Soalnya keruhnya hatiku bisa tiba-tiba jernih begitu melihat kamu.” Satu gombalan terlepas dari sarang.
“Mas lucu, ih.” Busyet baru kali ini ada cewek bilang aku lucu. “Tapi udahan dong jabat tangannya. Entar masnya gak kuat lagi. Hihii.”
“Ah, iya, maap. Genggaman tangan kamu bikin nyaman soalnya, jadi lupa.” Dengan berat hati aku melepas jabat tanganku. "Eh, Cha, coba lihat bulan di sana!" Aku menunjuk ke luar jendela.
“Mana ada, Mas. Di luar kan masih gerimis.”
Aku berbisik. “Pura-pura aja, please, demi event. Jurinya galak soalnya.”
“Ahaha, Masnya ada-ada saja. Iya iya aku lihat bulannya. Terus apa?”
“Seperti itulah perasaanku. Bahkan saat orang lain tak bisa melihat bulan di kala mendung seperti ini, aku bisa dengan jelas melihat kebeningan cahayanya.”
“Iiiihh... Mas bener-bener lucu, ih. Jadi gemes.”
Ah, lagi-lagi. Masa iya orang lagi ngegombal dibilang lucu. Nyebelin.
“Mas, btw sekarang jam berapa?”
Aku melirik jam tangan. “Jam 23.55. Kenapa gitu?”
“Ah, nggak papa. Waktu saya tinggal 5 menit lagi.”
“Cha, tahu nggak bedanya jam tanganku sama kamu?”
“Ah, bisa aja si Mas Ariel. Aku buluk begini dibilang bening.”
“Beneran, Cha. Soalnya keruhnya hatiku bisa tiba-tiba jernih begitu melihat kamu.” Satu gombalan terlepas dari sarang.
“Mas lucu, ih.” Busyet baru kali ini ada cewek bilang aku lucu. “Tapi udahan dong jabat tangannya. Entar masnya gak kuat lagi. Hihii.”
“Ah, iya, maap. Genggaman tangan kamu bikin nyaman soalnya, jadi lupa.” Dengan berat hati aku melepas jabat tanganku. "Eh, Cha, coba lihat bulan di sana!" Aku menunjuk ke luar jendela.
“Mana ada, Mas. Di luar kan masih gerimis.”
Aku berbisik. “Pura-pura aja, please, demi event. Jurinya galak soalnya.”
“Ahaha, Masnya ada-ada saja. Iya iya aku lihat bulannya. Terus apa?”
“Seperti itulah perasaanku. Bahkan saat orang lain tak bisa melihat bulan di kala mendung seperti ini, aku bisa dengan jelas melihat kebeningan cahayanya.”
“Iiiihh... Mas bener-bener lucu, ih. Jadi gemes.”
Ah, lagi-lagi. Masa iya orang lagi ngegombal dibilang lucu. Nyebelin.
“Mas, btw sekarang jam berapa?”
Aku melirik jam tangan. “Jam 23.55. Kenapa gitu?”
“Ah, nggak papa. Waktu saya tinggal 5 menit lagi.”
“Cha, tahu nggak bedanya jam tanganku sama kamu?”
“Enggak.”
“Kalau jam tangan muterin angka, kalau kamu muter-muter di pikiran aku.”
“Hihii, Mas pinter banget ngelawak, sih. Kapan-kapan coba ikutan kompetisi Master Chef, siapa tahu nggak beruntung.”
“Kamu kok so sweet.”
“Kalau jam tangan muterin angka, kalau kamu muter-muter di pikiran aku.”
“Hihii, Mas pinter banget ngelawak, sih. Kapan-kapan coba ikutan kompetisi Master Chef, siapa tahu nggak beruntung.”
“Kamu kok so sweet.”
Kami lanjut mengobrol beberapa hal sampai akhirnya ...
Ting ting ting ting ...
Denting jam tua di pojok ruangan berbunyi 12 kali.
“Waduh a- aku terlambat! Mas ini uangnya! Maaf aku harus pergi.” Wanita itu berlari keluar dengan terburu-buru.
“Tu- tunggu!” Aku belum tahu alamat sama belum dapat kontaknya.
Aku mengejar. Sampai di depan pintu lututku terasa lemas. Hawa dingin yang aneh meniup tengkukku. Berdiri dengan rasa tak percaya. Gemetaran. Wanita tadi sudah jauh, berganti gaun putih lusuh sampai ujung kaki, terbang mengambang diiringi suara cekikik tawa.
Ting ting ting ting ...
Denting jam tua di pojok ruangan berbunyi 12 kali.
“Waduh a- aku terlambat! Mas ini uangnya! Maaf aku harus pergi.” Wanita itu berlari keluar dengan terburu-buru.
“Tu- tunggu!” Aku belum tahu alamat sama belum dapat kontaknya.
Aku mengejar. Sampai di depan pintu lututku terasa lemas. Hawa dingin yang aneh meniup tengkukku. Berdiri dengan rasa tak percaya. Gemetaran. Wanita tadi sudah jauh, berganti gaun putih lusuh sampai ujung kaki, terbang mengambang diiringi suara cekikik tawa.
Dengan sisa tenaga aku menoleh gemetaran ke arah meja tempat ia meletakkan uang. Mataku terbelalak, ternyata yang ada di atas meja cuma setumpuk daun.
Malam jum'at. Langit masih belum mengusaikan sisa rintik kecilnya. Mendung masih mengecat gelap. Dan aku merasa sekelilingku perlahan turut berubah gelap.
***
Udahan.
Malam jum'at. Langit masih belum mengusaikan sisa rintik kecilnya. Mendung masih mengecat gelap. Dan aku merasa sekelilingku perlahan turut berubah gelap.
***
Udahan.