Ditikung Mendung
Senja hampir tiba.
Kau, sibuk menyiapkan sejuta mimpi untuk nanti memanipulasi sepi. Juga mengumpulkan ceceran diksi untuk nanti memainkan secarik imajinasi.
Harapmu, semoga senja nanti lebih mempesona dari senja yang sudah-sudah. Sesosok senja yang kau benar-benar ingin memilikinya. Sebab menurutmu, inilah saat yang tepat.
Dengan keadaanmu sekarang, tampaknya kau sudah begitu siap menyambut senja.
Senja sudah tiba.
Kau terduduk, kau tertunduk. Lesu. Kau dan hatimu merasa sangat kecewa.
Tanpa kata dan tanda, tanpa aba-aba dan rasa iba, tiba-tiba saja mendung menggantung di langit senja. Tak ada senyum mega, tak ada aroma jingga, tak ada bias pesona. Hanya hitam yang suram. Kau pun geram lantaran harapanmu karam di bawah temaram.
Terhapuslah mimpi, dan kau semakin teraniaya sepi.
Terpudarlah diksi, yang kau sudah terperangkap di kedalaman imajinasi; yang tanpa sadar menciptakan sakitmu sendiri.
Senja yang elok nan anggun tak kau dapati.
Senja yang menawan nan rupawan tak bisa kau miliki.
Sayang seribu kali sayang, mendung sudah lebih dulu merebut senjamu..
_usai
Azer, 2020
*bukan pada makna sebenarnya.