Wejangan Cinta dari Imam Ibnu Malik



Hai kamu, sudahkah  menjadi  pecinta?
Atau  masih  berjuang  mencari cinta? Semoga urusan cintamu dimudahkan.

Pada kesempatan kali ini Mas Azer ingin membagikan  wejangan cinta dari beberapa bait nadhom Alfiyah Ibnu Malik. Sekumpulan nadhom dengan jumlah 1002 bait yang isinya membahas ilmu mengenai Nahwu. Meski demikian, secara tidak langsung dalam setiap baitnya nadhom Alfiyah ini mengandung banyak filosofis kehidupan, termasuk beberapa antaranya berkenaan perihal cinta. Bisa dikatakan kita Alfiyah Ibni Malik ini merupakan buah karya yang luar biasa karena mengandung multi-tafsir.

Jadi buat kamu yang sedang dalam perjuangan cinta, maka tidak ada salahnya menyimak wejangan cinta dari Imam Ibnu Malik.

Berikut beberapa wejangan cinta yang terkandung dalam bait-bait nadhom Alfiyah ibnu Malik:

  • ·         BAIT 63
"Kalau bisa nyaman dengan yang dekat, mengapa mesti yang jauh?"


وَفِي اخْتِيَارٍ لاَ يَجِيء الْمُنْفَصِلْ *  إذَا تَأَتَّى أنْ يَجِيء الْمُتَّصِلْ
 
* Dalam kondisi tidak terpaksa, tidak perlu mendatangkan dhomir munfasil
* Selama masih bisa memakai dhomir muttasil.

 
Makna aslinya bait ini menjelaskan tentang pengaplikasian membuat maf’ul bih (objek) dari dhomir (kata ganti) dengan menggunakan dhomir muttasil ( kata ganti yang tersambung dengan fi’il / predikat ).

Sedangkan kandungan makna terkait wejangan cinta pada bait ini, terutama dalam hal mencari pasangan, memberi keterangan untuk mencari pasangan dari kalangan terdekat yang masih dalam satu lingkup atau satu lingkungan dengan kita (ini yang terkandung makna dari muttasil), semisal satu desa, satu sekolah, satu profesi, satu hobi, satu pondok pesantren, atau satu lingkup lainnya.

Alasan sederhananya karena pasangan yang masih dalam satu lingkup biasanya memiliki pemikiran dan ideologi yang mungkin selaras dan mungkin juga bisa lebih saling memahami karakter masing-masing. Hal tersebut tentunya juga akan berpengaruh pada kelanggengan dalam hubungan.

Namun bukan berarti jalan cinta kita mesti demikian, sebab pada akhirnya mencari pasangan dari lingkungan yang jauh berbeda pun bukanlah suatu larangan.

  • ·         Separuh awal bait 126
"Jangan menikung!"

 

… * وَهَلْ فَتَىً فِيْكُمْ فَمَا خِلٌّ لَنَا
 
* Sudah adakah seorang pemuda (kekasih) di sisimu?
* (dijawab) Saya belum memiliki kekasih.


Bait di atas merupakan sebuah contoh dari bentuk mubtada yang diperkenankan berupa isim nakiroh karena terdapat huruf istifham (kata tanya) di awal kalam. Salah satu contoh yang masuk dalam pengecualian dari ketentuan mubtada harus ma'rifat

Adapun wejangan cinta dalam bait ini berkenaan dengan etika dalam menyatakan cinta, yang mana kita diharuskan meneliti dan memastikan dengan menanyakan dahulu seseorang yang menjadi idaman kita, apakah dia sudah ada yang melamar atau belum, apakah dia sudah memiliki kekasih atau belum, sudah bersuami/beristri atau belum? Karena dalam islam sendiri, melamar lamaran orang sangatlah dilarang, apalagi menikahi istri/suami orang, hmm.

Tidak perlulah ikut-ikutan termakan motif  'selama janur kuning belum melengkung'. Walaupun janur kuning belum melengkung tapi lamaran sudah tersambung, kita dilarang menikung, oke! Bisa saja kalo kita beralasan cinta tidak pernah salah dan perlu diperjuangkan, memang cinta tidak salah tapi yang salah adalah pemeran cintanya dan cinta juga perlu diperjuangkan tapi dalam memperjuangkannya pun harus tahu batasan. Cinta yang baik harus dilandasi dengan etika yang baik pula. Mungkin yang kita idamkan kali ini belum bertemu dalam satu cita-cita cinta, percayalah, ada seseorang yang lebih baik yang tengah dipersiapkan Tuhan untukmu. Eh, untuk kita. hm. Atau kalau memang sanggup memperjuangkan satu cinta itu tunggu saja jandanya dan tunggu sampai habis masa iddahnya. Wkwk.

Sekarang kita  jadi tahu, tindakan tikung menikung bukanlah suatu etika yang baik dalam cinta.

  • ·         Bait 229
"Jatuh cinta dalam diam."
 
ويرفع الفاعل فعل أضمرا *  كمثل زيد في جواب من قرأ
 
* terkadang fa’il dapat marfu’ oleh fi’il yang disimpan.
* seperti pengucapan “zaid”, ketika menjawab pertanyaan “siapa yang membaca”?


Penjelasan bait ini aku pikir sudah cukup dengan melihat baitnya, perihal marfu'nya  fa'il (Subjek) bisa terjadi dengan fi'il (kata kerja/predikat) yang tersimpan.

Masuk ke pembahasan wejangan cinta selanjutnya.
Dalam kisah percintaan, adakalanya orang yang jatuh cinta memilih untuk menyimpan perasaan itu, mencintai dalam diam. Bukan tanpa alasan, sebab mereka yang memilih jalan cinta yang satu ini memiliki motif yang beragam. Ada yang beranggapan bahwa cinta baginya saat ini cuma bentuk keinginan yang belum mencapai tingkat kebutuhan. Ada yang demi menjaga diri dari hal-hal yang jatuhnya akan merusak kesucian cinta. Ada pula yang nyaman mencintai dalam diam, sebab baginya dalam diam tidak ada penolakan.

Namun bukan berarti mereka yang menempuh jalan ini mengabaikan cinta yang melanda, dia tetap mencinta namun dengan cara yang samar. Bisa jadi dia jauh berfikir ke depan, mempersiapakan diri menjadi pribadi sebaik mungkin agar bisa menjadi sosok yang pantas bagi pasangannya. Percayaiah, mereka mencintai dengan cara yang luar biasa, berbeda namun indah mempesona.

Tapi buat kamu yang mau menempuh jalan satu ini harus memiliki hati yang tabah dan siap kecewa, ya persiapkan hati saja kalau-kalau si idamanmu kagak peka.

  • ·         Bait 242
"Move On."
 
ينوب مفعول به عن فاعل *  فيما له كنيل خير نائل

* (Dalam mabnie majhul) maf’ul bih akan menggantikan posisi dari fail.
* Dari segi hukum dan amalnya akan sama persis dengan fa’il.


Sama seperti bait sebelumnya penjelasan bait kali ini pun sudah cukup gamblang melihat makna asli baitnya.

Ehm, ehm. Wejangan cinta bait ini memberi motivasi bagi para pecinta, apalagi bagi pecinta yang tengah mengalami kisah yang bernama patah hati. Tidak sedikit pecinta yang merasakan pahitnya buah cinta, merasa jatuh di titik paling terbawah ketika kisah cintanya kandas, putus di tengah jalan, atau mungkin ada juga yang ditinggal nikah. Down, cemas, kecewa, frustasi, kemudian dalam keadaan hati pengap dia memasang tekad untuk tidak lagi merasakan yang namanya cinta. Bahkan ada saja yang nekad sampai mengakhiri kisah hidupnya, na'udzubillah.

Kecewa, frustasi, sakit hati itu adalah hal wajar. Roda kehidupan berputar dan ada kalanya kondisi kehidupan dan kisah cinta tengah berada di putaran roda bagian bawah. Namun bukan berarti harus berlarut-larut dalam rasa hati yang kacau dan penuh kekecewaan, apalagi sampai melakukan tindakan di luar kewajaran atas proses hidup yang wajar. Ketahuilah, sebagaimana jatuh hati, patah hati adalah suatu kewajaran.

Pada dasarnya, setiap orang memiliki jodoh masing-masing. Dan kita tahu bahwa jodoh merupakan salah satu rahasia Allah SWT. Masih menjadi misteri perihal kapan akan dipertemukan dengan jodohnya kelak. Bila kini ada perpisahan yang terjadi, bisa jadi itu memberi isyarat bahwa seseorang itu bukan jodoh kita. Move On, wanita/pria bukan cuma si dia. Jodoh itu misteri, seolah mabni majhul, dan dia yang meninggalkanmu ibaratkan fa'il yang hilang. Jangan sedih, jangan patah semangat, Move On! Ada saatnya seseorang yang lain menjadi maf'ul bih yang menggantikan posisi fa'il, mengisi kekosongan yang ada dengan hukum rasa dan amal cinta yang sama. Jangan berkecil hati, semua akan indah pada waktunya.

  • ·         Bait 266
"Jarak bukanlah penghalang cinta."

 

وَعُلْقَةٌ حَاصِلَةٌ بِتَابِعِ * كَعُلْقَةٍ بِنَفْسِ الاِسْمِ الْوَاقِعِ

* Hubungan dhomir yang timbul dari isim tabi’ ( mengikuti isim yang asal)
* hakikatnya sama saja dengan hubungan dhomir yang timbul dari isim asal tersebut.


Bait ini merupakan bait dalam Bab Isytighol yang menurutku termasuk bab yang cukup rumit. Dalam bait ini menjelaskan tentang hubungan antara syaghil dan isim sabiq yang terpisah. Kalau harus dijabarkan dengan detail akan membutuhkan waktu yang cukup panjang, dan aku sendiri masih merasa sulit, hehe. Kalau mau lebih paham, yuk mondok! :)

Intinya dalam bahasan cinta, bait ke 266 ini memberi wejangan bahwa raga kekasih yang saling terpisah jarak dan waktu bukanlah sebuah penghalang untuk cinta tetap terjalin. Tak peduli jauhnya nan jauh sekalipun hati sepasang kekasih tetap dekat terhubung. Dan komunikasi cinta tetap bisa terjaga walau dengan perantara.

Bagi kamu yang menjalani LDR (Long Distance Relationship) karena tuntutan keadaan, sudah barang tentu pertemuan adalah sesuatu yang sangat sulit, meski juga sangat diharapkan. Namun jangan sampai pisah jarak menyurutkan cintamu, meski terbentang jarak komunikasi cinta harus tetap tersambung walau dengan perantara: surat, sms, chatt, telepon atau mengutuskan rasa lewat do'a. Percayalah, utusan cinta melalui perantara sama bermaknanya dengan kehadiran sang kekasih. Dan percayalah, cinta sejati tidak akan luntur hanya dengan jarak.

  • ·         Bait 278, 279
"Menentukan pilihan cinta yang terbaik."
 
إنْ عَامِلاَنِ اقْتَضَيَا فِي اسْمٍ عَمَلْ *  قَبْلُ فَلِلْوَاحِدِ مِنْهُمَا الْعَمَلْ
وَالْثَّانِ أَوْلَى عِنْدَ أَهْلِ الْبَصْرَهْ  *  وَاخْتَار عَكْسَاً غَيْرُهُمْ ذَا أسْرَه
 
* Tatkala dua 'amill menuntut 'amal pada satu ma’mul yang sama
* Maka berikanlah amal tersebut pada salah satu dari keduanya.
* Ulama Bashrah memilih untuk memberikan 'amal pada 'amil yang kedua
* Sedangkan Ulama lain memilih 'amiil yang pertama

 
Menentukan pilihan pasangan hidup bukanlah hal yang main-main, semuanya harus melalui pemikiran juga pertimbangan yang matang. Semisal, jika ada dua orang yang menyatakan cinta pada kita, maka kita harus memilih salah satunya. Tentunya dengan penuh pertimbangan dan sesuai kemantapan hati.

Seperti halnya perdebatan ulama nahwu di atas, bisa saja kita memilih orang yang pertama, karena memang lebih dulu menyatakan cinta, atau bisa juga memilih orang yang kedua dengan alasan karena yang paling baru dan masih terasa hangat. Sekali lagi, menentukan pilihan pasangan hidup bukanlah hal yang main-main. Sebab keelokan paras saja tidak cukup.

*kutipan mutiara cinta:

[ الحَيَاةُ تُعَلِّمُكَ الحُبَّ وَالتَّجَارُبُ تُعَلِّمُكَ مَنْ تُحِبُّ وَالمَوَاقِفُ تُعَلِّمُكَ مَنْ يُحِبُّكَ ]

alhayaatu tu'allimukal hubba, wat tajaarubu tu'allimuka man tuhibbu, wal mawaaqifu tu'allimuka man yuhibbuka.

Kehidupan mengajarimu cinta, pengalaman mengajarimu siapa yang kau cintai, dan situasi mengajarimu siapa yang mencintaimu.


  • ·         Bait 537
"Meski belum pernah saling kenal, cinta tetap bisa terjadi."
 
فَقَدْ يَكُونَانِ مُنَكَّرَيْنِ  *  كَمَا يَكُونَانِ مُعَرَّفَيْنِ
 
* Terkadang ma'thuf dan ma'thuf alaih juga bisa terbentuk dari dua isim yang sama-sama nakiroh (umum/belum diketahui).
* Sebagaimana biasa keduanya terbentuk dari dua isim yang sama-sama ma'rifat (khusus/diketahui).


Fungsi athaf dalam bahasa Indonesia sama seperti kata penghubung. Bait di atas menerangkan bahwa antara kata sebelum dan sesudah penghubung bisa sama-sama berupa isim ma’rifat atau nakirah.

Nah, terkait cinta, fenomena ketemu jodoh Lazimnyanya timbul dari sama-sama kenal dan akrab. Seperti ungkapan sebuah pepatah yang mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Lazimnya memang seperti itu, karena benih-benih cinta sendiri akan timbul dengan saling mengenal, sering bertemu atau biasa bersama. Wiwiting tresno jalaran soko kulino, Permulaan timbulnya cinta sebab terbiasa (bersama).

Namun tidak menutup kemungkinan cinta timbul pada seseorang yang belum dikenal sebelumnya, atau biasa kita sebut jatuh cinta pada pandangan pertama. Inilah keajaiban cinta, ada saja jalan bertemu jodohnya tanpa diduga dan tanpa perkenalan mendalam sebelumnya. Lahir dari hal sesederhana ini dan tahu-tahu nikah.


Nah, Di antara beberapa wejangan di atas, yang manakah wejangan yang sesuai dengan kisah cinta yang pernah kamu alami? Atau kamu punya wejangan cinta dari Imam Ibnu Malik dalam versi lain? Boleh dong dituliskan di komentar


Salam Cinta dari Mas Azer. 



Baca Selanjutnya Baca Sebelumnya
Komentar Netizen
Tulis Komentarmu
comment url