Insomnia


Akan kuceritakan padamu tentang malam dan kesialan yang menimpaku; insomnia.

Jum'at terakhir di bulan Desember, dengan jarum waktu terus menunjukkan pukul yang memukul-mukul kengerian hari. Waktu di mana manusia sudah jauh memeluk lelap dan berselimut mimpi. Sedangkan aku, sedari pukul 22.00 hanya bergonta-ganti posisi tubuh berbaring.

Sampai akhirnya, aku jatuh di titik jengah. Melelahkan berjuang melawan mata yang enggan terpejam, bahkan rayuan paling manis pun tak mampu membuatnya luluh agar tertidur.

Aku bangkit dengan perasaan dongkol. Berjalan dengan langkah gontai menuju meja tulis. Membaca buku karangan penulis amatir; tulisanku sendiri. Berharap dengan membaca tulisan-tulisan absurd di dalamnya mataku jadi pedih kemudian menyerah sampai tertidur.

Ah, nyatanya sama saja malah keadaan jadi semakin parah menyiksaku. Mataku pedih membaca tulisan berantakan tak sesuai aturan kepenulisan dan menabrak kaidah-kaidah bahasa, sementara kantuk tidak juga menghampiri. Sial.

Aku mengambil pena perak dari dalam peti. Pena hadiah dari kekasihku yang malam nanti akan melangsungkan pernikahannya. Dengan pena penuh kenangan itu aku menusuk kedua mataku. Banjir darah. Sialnya, aku masih tidak bisa tidur. Aku semakin jengkel dan geram dengan ketidak bisaan tidurku ini, segera saja kutujah jantungku. Napas terhenti, dan jantungku hancur sehancur hati yang lukanya tak terobati. Namun tetap saja aku tidak bisa tertidur.



Baca Selanjutnya Baca Sebelumnya
Komentar Netizen
Tulis Komentarmu
comment url