Cerita Mini - Dendam
Menjelang malam, tergopoh Tobi berlari menuju rumah kardusnya di gang sepi dekat pembuangan sampah. Ia melintasi jalanan basah sisa hujan sambil membawa makanan untuk adiknya yang tengah terbaring lemah.
"Dek, makanlah!"
"Lho Kak, kening Kakak!" mata sang adik tertuju pada luka di kening sebelah kanan Tobi.
"Hal biasa," Tobi sunggingkan senyum. "Sekarang makanlah, kakak mau keluar sebentar."
"Ayo, Kakak juga makan!"
"Kakak sudah." Tobi melepas senyum palsu demi meyakinkan adiknya.
Di luar Tobi berjalan gontai. Lagi-lagi halusinasi menyergap kepalanya begitu teringat rumah kardus dan melihat adiknya terbaring di sana. Ia mendongakkan kepala, matanya memejam, bulir kesedihan membasah.
Sinyo, adik yang kemarin masih berlari bersamanya. Adik yang dengan tawanya mampu menghapus segala kesakitan dan pahit kehidupan. Adik yang menjadi segalanya pagi tadi meregang nyawa.
Tobi menuju ke arah genangan air. Keruh, tapi samar-samar ia masih bisa melihat pantulan bayang dirinya di atas permukaan air. Diamati setiap inci tubuhnya, terdapat bekas luka dimana-mana. Luka bekas pukulan, dilempar, ditendang, disiram dan masih banyak cara yang mereka lakukan untuk mengusirnya. Saking seringnya mendapat perlakuan keras seperti itu ia sudah jadi terbiasa menerima resiko itu demi menyambung hidup; mengambil diam-diam seekor ikan dari meja manusia.
Namun, ia tak bisa memaafkan ulah manusia yang menyebabkan kematian adiknya. Ia tatap langit malam yang dipenuhi awan mendung. Kegelapan menyembunyikan tubuh hitamnya.
"Malam ini, Kakak akan membalasnya!" Matanya menyala.