Dialog



Sudah melewati tengah malam. Di sebuah kamar berukuran kecil, seorang yang menganggap dirinya penulis masih terjaga; gelisah. Berceritalah ia pada secangkir kopi tentang segerombolan kata yang mendobrak masuk ke dalam kepalanya, menantangnya bertarung. Kopi hitam yang baru saja diseduh itu justru memanas-manasi, "Lawan!" serunya.

Menuruti seruan kawan karibnya itu, segera penulis kita ini menghunus sebilah pena, memasang posisi tubuh (katakan saja semacam kuda-kuda). Ia menyeruput kopi, menyerap energi hangat demi mencairkan kebekuan, kemudian menarik napas panjang. Pertarungan dimulai.

Beramai kata datang mengeroyok. Menyerang sekaligus. Tak mau kalah, penulis terus melawan sekuat kepala. Mengayunkan sebilah pena tajamnya dan menebas sekenanya. Pertarungan semakin sengit. Satu per satu kata mulai berjatuhan. Di gelanggang kertas, mayat-mayat mereka bergelimpangan, berlumuran tinta.

Semakin larut, secangkir kopi kawan setianya rela mengorbankan nyawa demi mengisi energi si penulis yang semakin terkuras. Kini tinggal ia sendiri menghadapi lawan selanjutnya yang berjuluk Dialog. Penulis kita sedikit bingung menghadapinya. Sebilah pena saja tidak cukup untuk mengatasinya. Berusaha ia mengingat-ingat jurus tingkat satu yang pernah diajarkan kakek-kakek yang bukan kakeknya.

"Kalau menulis sekedar menulis, bocah balita juga bisa!" ujar sang Kakek yang kala itu tiba-tiba saja sudah ada di sampingku saat aku tengah membuat tulisan tentang 'kakek-kakek yang berkokok kakak-kakak'. "Kau harus melatih jurus-jurus menulis, sebab nantinya kau akan banyak bertemu dengan hal-hal yang kamu harus bisa menaklukkannya. Salah satunya adalah dialog."

Baiklah, aku masih mengingatnya;

Pertama, awali dengan do'a.
Kedua, kurung dialog dalam tanda kutip ( "..." )
Ketiga, awali dengan huruf kapital.
Keempat, akhiri dengan memberi tanda baca sesuai tujuan dialog: seruan, pertanyaan atau pernyataan. Jika dialog berupa pernyataan, akhiri dialog dengan tanda koma (,) atau tanda titik (.) sesuai kalimat pelengkap yang mengikutinya.

Suara sang kakek terus terngiang. Mulailah penulis kita ini merapal do'a. Lalu mengaliri penanya dengan jurus ajaran kakeknya.

"Apa kau sudah siap, Bocah?" tanya dialog yang sedari tadi menunggu kesiapan penulis ingusan di hadapannya sembari memainkan lubang hidungnya.

"Ya, tentu saja!" balas penulis

"Percaya diri juga, ya. Baiklah, silakan maju!" Dialog membuka diri, membiarkan tubuhnya diserang lebih dulu.

"Kau akan kalah!" Penulis mulai menyerang dialog.

Duel sengit terjadi.
Menjelang dinihari penulis terkapar. Ia tak menyangka jika dialog bakal mengeluarkan tingkat kekuatan yang belum ia pelajari.

"Sebelum melawanku," dialog berujar gagah, "seharusnya kau berhadapan dulu dengan koma dan titik."

Dialog pun meninggalkan penulis yang babak belur. Dengan sisa energi ia mencoba bangkit. Namun tersungkur lagi. Sampai akhirnya ia terpejam dengan mata lebam.

Usai.
Blitar, April 2017



Baca Selanjutnya Baca Sebelumnya
Komentar Netizen
Tulis Komentarmu
comment url