Puisi - Haruskah Berpaling?


HARUSKAH BERPALING?
ᴋᴀʀʏᴀ : ᴍᴀs ᴀᴢᴇʀ


Lupakan saja percakapan terakhir bersama malam
Bila di halaman pagi, api puisi meredup padam
Sisa pembakaran kata yang tak teredam
Sisa pemanasan rasa yang tidak terendam

Biarkan meski seonggok hatiku terpanggang
Tidak, tak perlu repot siapa pegang
Sudah terbiasa cinta meradang di masa tenggang

Mungkin saat nanti tiba petang,
aku ataupun kau tak lagi datang
Melepas bayang melayang,
dalam mabuk tak kepayang
Entah lusa, bila rindu kembali pulang
Entah pula bila justru kabur menghilang

Sayang,
Tidak sekali kita terperangkap bincang namun berujung pincang
Tidak sekali kita terjebak situasi yang membawa rasa berujung basi
Lalu kita saling masuk tapi tidak merasuk
Sekali waktu kita saling membesuk
Di lain waktu kita saling menusuk

Menurutmu, relakah aku membiarkan cinta ini mati membusuk?

Sayang,
Bila pada akhirnya tak jua cinta menjelma bintang,
Masihkah mampu langit dada kita membentang?
Bila pada akhirnya bunga yang kita tanam tak jua bermekar indah?
Masihkah mampu tanah hati kita menengadah?

Atau, kita lebih memilih kalah dan membiarkan diri terasing?!
Terjebak semacam keharusan yang membuat sinting
Haruskah kita saling berpaling?
Haruskah kita bertolak pinggang saling diam padahal suara-suara di dada menjerit bising?

Ah, sayang
Bila esok atau lusa kusampaikan nada rinduku, akankah kau berkenan menghadiahkan senyum nan ranum?
Atau kau akan tetap diam dengan senyum terpendam?

Atau kau sengaja membiarkanku agar berpaling mencari lain betina?
Kau pikir aku bisa melukis kirana tanpa mewarna
Sekalipun itu demi memuisikan rasa merana
Meskipun itu agar sewajah sendu jadi merona
Ataupun sekedar mengelabui luka-luka cinta

Apapun itu, bayang lukisan dalam pejam mataku engkau semata
Wanitaku adalah engkau, Nona
Hanya engkau, cuma engkau, bukan lainnya ...

Masih haruskah berpaling?


usai.
Desember 2019


Baca Selanjutnya Baca Sebelumnya
Komentar Netizen
Tulis Komentarmu
comment url