Kunang-kunang dalam Ketiadaan Cahaya
Ditulis oleh: Imenk Kelana
Ketika aku terjatuh ke dalam jurang kesedihan yang begitu dalam, aku ditinggalkan cahaya, ditikam sunyi, di sayat gulita. Aku tersungkur, merintih, menangis tersedu tanpa air mata, aku meronta, kupukul tanah yang diam, aku mengutuk takdir.
Aku mencoba bangkit dengan lutut yang bergetar, namun aku kembali terjatuh. Aku gapai-gapai udara kosong dalam kegelapan, tak ada tambatan.
Raga tak berdaya, jiwa hampa, semangatku sirna.
Aku pasrah, biarlah takdir yang menghukum, walau tanpa diadili. Biarlah aku tergeletak tanpa seorang pun yang mengingat.
Namun, kulihat kunang-kunang terbang di atas mataku, dalam keheningan aku mengikuti dengan tatapan mata. Dia terbang begitu anggun, menuntun mataku pada keremangan. Aku mencoba bangkit, walau tergopoh, walau susah payah menyeret langkah, kunang-kunang menuntunku pada tangga asa, ia terus terbang tinggi, sementara aku meniti dengan tangan yang lemah, dengan sisa semangat yang ala kadarnya.
Hampir kembali aku tergelincir, jika tangan itu tidak segera meraih tanganku. Siapa dia? Mengapa senyum nya begitu menusuk dada? Mengapa dia ada di sini? Aku tak tahu, seperti aku tak tahu mengapa takdir begitu kejam.
Dia menarik diriku dari jurang yang hampir saja membuat aku mati, dia menepuk pundak ku dan meraih tanganku, mengajak kembali menapaki kehidupan. Aku tidak percaya, aku takut akan jatuh yang lebih dalam.
Namun, dia kembali memberi seutas senyum, hingga aku tergelak. Ia memberi seuntai kata, aku terbahak. Ah, kapan terakhir kali aku tertawa? Aku tidak lagi ingat. Biarlah ini menjadi ingatan yang pertama.
Kini, sesuatu memenuhi rongga dada, apakah ini rindu? Apakah ini cinta? Bagaimana aku tahu jika sebelumnya aku tidak pernah merasakan?
Aku hanya berharap jika ini sesuatu yang baik, biarlah takdir baik yang menyatukan. Jika ini adalah kesemuan, biarlah semesta yang hempaskan. Aku hanya ingin berlama-lama dengan rasa ini, rasa kehidupan kedua. Siapapun, aku mohon jangan pernah ada yang merenggasnya.
Dan untuk dia, aku tidak memaksa, hanya saja, izinkan aku merinduimu.